Setiapmu Adalah Cantik


Sedari kecil aku percaya, aku jelek. Teman-teman juga semakin membuatku yakin. Mereka bilang aku jelek, karena berkulit gelap.
Saat remaja pun tak jauh beda. Kulit tetap saja gelap. Meskipun dengan jenis kulit yang kering, jerawat tak mau mampir di wajah. Tapi tetap saja aku jelek.
Saat teman-teman yang lain punya pacar, aku hanya bisa berharap akan ada seseorang yang juga ingin menjadi pacarku. Namun tak ada.
Sampai saat kelas 3 SMP baru ada seseorang yang mendekati, namun aku tak suka padanya. Sudah jelek, pemilih pula.
Saat SMA pun masih sama. Walau sudah ada beberapa yang mendekati, tapi tak ada yang kusuka. Aku mulai merasa sedikit cantik.
Tapi teman-teman dari SMP yang berbeda tentu jauh lebih cantik, sebut saja Susi, yang tinggi dan putih.
Lalu ada Dewi, yang imut dan juga putih. Sepertinya selain pacar, putih juga salah satu ukuran cantik seorang remaja. Tentu akulah yang memiliki kulit paling gelap.
Beberapa kali uang jajan kubelikan lotion pemutih, pelembap yang memutihkan juga pembersih. Tapi dasar malas, yang sudah dibeli tak rajin dipakai. Malah merasa jijik dengan lotion.
Yang semakin menguatkan keyakinan bahwa aku tidak cantik adalah, lagi-lagi perlakuan teman sekolah.
Kebanyakan, mereka hanya mau dekat denganku saat membuat tugas kelompok atau mau mencontek hasil kerjaku yang juga meragukan. Tapi, paling tidak mereka percaya kalau diri ini pintar.
Sampai saat di kampus, di pabrik pun aku selalu percaya bahwa aku tidak cantik. Bahkan, karena itu aku jadi pendiam dan sedikit tertutup.
Apalagi saat beranjak dewasa aku juga menemukan fakta bahwa selain tidak cantik, aku juga miskin. Aku harus bekerja keras, agar bisa mendapatkan uang.
Sampai pada saat menjelang usia 20 tahun, secara diam-diam kutinggalkan semua teman-teman. Tanpa ada yang tahu, aku mendaftar di sebuah asrama TKW di Kendal.
Selama tiga bulan tinggal di asrama, aku mulai rindu mereka yang kutinggalkan. Namun, di sana aku menemukan teman lain, yang berkulit sama gelap denganku. Saat itulah aku mulai percaya, setidaknya aku sedikit cantik.
Tepat saat berusia 20 tahun, baru aku sadar bahwa diriku memiliki orang tua yang luar biasa. Bahwa aku kuat dan tegar. Bahwa aku harus bersyukur, banyak hal yang harus disyukuri.
Apa arti namaku? Setelah berkali-kali mencari, tidak juga ketemu. Jadi kuputuskan saja mengartikan sendiri nama itu, pemberian ayah.
Seorang teman berkata padaku, bahwa bertahun-tahun lamanya dia tidak bercermin. Dia yakin bahwa rupanya jelek. Lalu bertanya padaku, "Apa definisi cantik menurutmu?"
"Cantik itu ... cantik itu adalah aku!" kelakarku penuh kepercayaan diri.
Mulai saat itu aku menyuruh dia bercermin. Beberapa hari kemudian dia mengirim pesan.
'Ini kali pertama aku melihat senyumku, di cermin.'
Aku bahagia untuknya yang mulai percaya diri. Lalu ketidakpercayaan diri perlahan kutinggalkan.
Aku percaya bahwa Tuhan menciptakanku dengan cantik. Kulit gelap ini adalah simbol eksotisme, wanita yang lahir di tanah air beriklim tropis.
Aku cantik karena berpegang pada keyakinan sendiri, bahwa aku juga telah mampu berdiri di atas kaki sendiri. Bahwa aku telah melangkah sejauh yang kubisa. Memang tidak secantik yang lain, tapi setidaknya aku juga cantik.
Cantik itu identik dan tidak bisa dibandingkan. Cantik itu unik pada setiap pemiliknya. Setiapmu adalah cantik, ragamu, jiwamu, attitude-mu, segala yang ada pada dirimu. Cantik itu kamu. Tak bisa dibandingkan dengan yang lain.
Cantik itu juga bersyukur atas pemberian Tuhan, juga menjaga dan merawat diri dengan baik. Cantik itu tidak harus tinggi, putih, langsing, atau ukuran cantik mainstream lainnya.
Karena cantik itu, aku, kamu, kita semua.
Terima kasih, salam Cantik dari Vamcan.... kiss emoticon

Komentar

Postingan Populer