All About Me


Aku gadis biasa. Terbangun di pagi hari karena alarm hidup yang selalu membuka horden jendela kamar, kecuali weekend. Saat sepenuhnya sadar, aku biasa melangkah ke balkon untuk melakukan peregangan.
Biasanya alarm hidupku juga akan menaruh teh dan roti gandum untuk sarapan, tak lupa juga susu lowfat.
Orang tua terlalu sibuk untuk sekadar sarapan bersama. Kebersamaan sangat mahal bagi kami.
Kamarku dilengkapi dengan kamar mandi modern yang kering. Hanya satu ruangan kecil sebagai shower room yang sesekali basah. Setiap hari handuk-handuk di dalamnya pun diganti. Tapi tidak setiap hari aku berendam di bathtub, karena harus bergegas ke kampus.
Penampilanku biasa, tak seperti teman-teman yang lain. Saat mereka biasa mengenakan fashion items dari Chanel, Zara, dan sederetan merk premium lainnya, aku lebih irit.
Penampilan kesukaanku adalah casual dan semi-formal. Beberapa baju dibeli dari Forever 21 dan H&M saja. Selalu, sederhana. Ada juga busana formal dari G2000. Tapi jika harus berpenampilan anggun aku biasa memesan gaun pada disainer lokal.
Make up yang kugunakan juga selalu simpel. Hanya smokey eyes andalan terkadang untuk acara di malam hari. Beberapa adalah produk murah dari Rimmel, NYX, L'Oreal, NARS, beberapa produk Korea dan diam-diam memakai Wardah.
Teman-teman tidak ada yang tahu jika aku menggemari produk lokal, bahkan ada beberapa dari Sari Ayu dan Viva. Kualitasnya tak jauh beda, hanya packaging saja yang kurang menarik.
Orang tua membekaliku dengan Pagani untuk pergi kemana-mana. Namun, aku lebih sering mengendarai mobil Jepang, yang terasa lebih membumi.
Saat weekend, aku biasa pergi jalan-jalan atau sekadar party. Namun, tak jarang teman-teman main ke rumah untuk barbeque-an lalu berendam di jacuzzi.
Sungguh, dibanding yang lain akulah yang paling sederhana. Teman-temanku juga rata-rata pacaran dengan anak pengusaha atau bule. Sedangkan aku, lebih tertarik pada barista, pegawai hotel, atau pekerja keras lainnya.
Bagiku, merekalah yang tahu benar apa arti perjuangan. Tak jarang aku menjadi bahan tertawaan karena selera yang mereka anggap rendahan.
Tapi bagiku, semua manusia memiliki derajat yang sama. Persahabatan kerap menjadi dilema buatku. Yah, karena kesederhanaanku.
Suatu malam dalam pesta ulang tahun Riana, aku mengajak serta Aldo. Pacarku. Seorang waiter asal Jogja. Cowok yang sangat santun.
Setelah berkenalan dengan teman-temanku yang memandangnya sinis, dia ingin memutus tali asmara kami. Aku ingat benar, setelah Emma memamerkan clutch Prada berharga fantastis, mereka mencibir Aldo.
"Berapa tahun kamu harus bekerja agar bisa membelikan ini untuk Isabelle?" Emma bersuara disambut cekikikan penghinaan oleh yang lainnya.
Aku tak ingin kehilangan Aldo, tapi juga tetap ingin bersama teman-teman. Kukejar Aldo yang berjalan keluar. Bahkan agar bisa tetap bersamanya aku kerap maka di warung pinggir jalan.
"Tunggu ... tunggu, Aldo. Maafkan teman-temanku."
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Belle. Aku yang minta maaf terlalu berani mendekatimu."
"Aldo, jangan tinggalkan aku."
"Oke. Tapi,"
"Tapi apa?" sergahku.
"Ikut aku ke Jogja."
"Oke!" seruku gembira.
Hanya ke Jogja saja adalah hal kecil. Bahkan aku bisa sekalian jalan-jalan. Akhirnya aku senang, Aldo tak meninggalkanku.
Then, what happen in Jogja?

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer