Miris! Candaan Saja Sekejam Ini


Halo, Gorgeous!
Selasa datang di diaryku. Huft! Hari ini aku akan berkeluh kesah sebagai ungkapan rasa kekecewaan dan kejengkelan atas apa yang terjadi.

Kemarin ada seorang teman yang share meme berikut di laman Facebook miliknya. Dan ya serta merta aku jengkel dong. 

Karena meme ini jelas-jelas mendiskresitkan istri yang kurus. Seolah-olah istri yang kurus itu nggak becus mengurus keluarga. 


Memang hal ini tidak perlu ditanggapi secara serius sebenarnya. Tapi justru karena itulah. Seandainya ini candaan, kok ya kayak nggak ada candaan lain saja yang lebih lucu?

Candaan selain merendahkan orang lain karena kita tidak sepertinya. Yang miris justru ada orang-orang yang merasa 'terbela'.
Merasa, "Wah! Ini aku nih keren."

Sebenarnya bukan hanya satu meme ini saja yang kerap membandingkan para wanita dengan wanita yang berbeda. Sebagai contoh, perbandingan wanita karier dan full time momy, dan you know la, semacam itu, yang sampai kapanpun nggak akan ada selesainya. 
(Sengaja aku nggak sebut ASI dan sufor, karena ada sesuatu yang amat mendalam kurasa mengenai hal ini.)

Karena perempuan adalah mahluk perasa sekaligus perkasa, biasanya yang reaksi yang timbul juga luar biasa. Salah satunya ya aku ini yang merasa sedih, marah dan kecewa. 

Kembali ke meme tadi, yang menilai seseorang dari gemuk kurusnya. Yang menurutku sangat memancing, entah apa maksudnya. Benarkah penciptanya membela istri gemuk? Atau jangan-jangan ingin meributkan istri gemuk dengan istri kurus? Supaya ramai? Supaya terkenal? Supaya viral? 

Mbak, Bu, elingo iki. Awae dewe iku menungso! Menungso alias manusia atau human.  Human being. Jadi nggak boleh ada, sampai kapanpun yang menilai kita dari gemuk kurusnya badan. 
Kita itu bukan sapi pedaging. 🙏 Bukan ayam pedaging, yang dinilai dari beratnya. Ampun deh, kalau mau bercanda itu mbok ya yang lucuan dikit. 

Mau sampai kapan sih masyarakat kita ini berhenti untuk saling menginjak satu sama lain kalau kualitas candaannya saja setidak lucu begini. Nah, apalagi kalau tidak bercanda? 

Kalau boleh sok bijak, aku mau bilang, harusnya kita sudah cukup bahagia dengan hidup kita tanpa memberitahukan orang bahwa kita bahagia. Terlebih tanpa menginjak orang lain. 

Bahagia ya bahagia saja. Tidak perlu misalnya, merasa bahagia karena kita kurus sementara ada yang gemuk dan ingin seperti kita. Atau sebaliknya. 

Bahagia ya bahagia saja, tanpa harus komentar di sana-sini mengenai kebahagiaan kita, seolah-olah kalau tidak begitu orang akan mengira kita nggak bahagia. 

Bahagia ya bahagia saja. Sudah. Tidak usah ngotot mencari pengakuan orang lain bahwa kita bahagia. Artinya bahagia itu ya biasa ajalah. 😅 haha. 

Karena kita begini, bahagia, belum tentu menurut orang lain. Bahagia kan di hati, iya nggak? 

Dan aku pribadi menilai bahagia bukan sekedar senang-senang semata. Karena dapat cobaan, musibah, kalau kita berhasil melewatinya juga akan bahagia. Bahagia itu kita yang ciptakan, bukan penilaian orang lain yang tentukan. 

Waduh berasa ibu peri'h banget deh. :v
Jadi gimana ya? Yuk bahagia tanpa merendahkan orang lain. 

Seperti Mbak Titin, misalnya, yang beliau setuju bahwa tidak usah memcela wanita berpendidikan tinggi yang akhirnya hanya menjadi IRT. 

Seperti Mbak Maitra yang berpikir, bahwa seorang istri harus mampu menciptakan kenyamanan agar suami tidak mencarinya di luar. 

Seperti Bu Gita, penulis yang produktif meskipun repot mengurus ke-empat anaknya. Mom Azi, ibu yang selalu memandang hal dari sisi positif, hampir selalu. 

Ibu saya, yang menyerahkan seluruh waktu dan tenaga untuk keluarga. Dan ada banyak lagi kawan, sahabat, tetangga yang mampu bahagia tanpa menginjakrendahkan orang lain. 

Nah, kalau saya sendiri bisanya ya urun curhatan bu peri'h ini. 

Untuk semua yang telah menginspirasi, yang memiliki pemikiran baik, yang turut serta membuatku merasa lebih baik, trima kasih dan selamat Hari Ibu. 

Semoga kebahagiaan senantiasa membersamai kita. Aaamiin. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer