I Love Dangdut


"Aku wes leren ngamen. Saiki aku wes sugih! Sugih! Sugih! Sugih! Sugih!"
Suara Eny Sagita memenuhi hampir seluruh ruang dengar penonton, kecuali aku yang memakai headset sebelah. Takut ketularan jadi maniak dangdut.
Orang-orang yang hampir semuanya lelaki berjoget di bawah panggung menyaksikan aksi penyanyi dangdut itu.
Para penonton yang mabuk pun bergoyang saling menyenggol satu sama lain. Ini ideku, yang memaksa Iqbal setuju untuk memperkenalkan toko barunya dengan mengundang Eny Sagita.
Saat penonton mulai terlihat saling dorong, aku menarik Eny dari atas panggung lalu memberikan jubah untuk menutupi tubuh seksinya.
"Ayo Mbak, itu mobilku," ajakku menunjuk Suzuki Swift yang terparkir tak jauh dari panggung.
Sambil berkendara aku menelepon Rahmat yang bertugas jadi DJ.
'Halo, Mat. Selamatkan peralatan kamu. Aku menuju hotel sama Mbak Eny.'
Mobil terus melaju menjauhi area panggung yang rusuh.
"Duh, maaf yah Mbak Eny. Gak nyangka akan rusuh seperti ini. Untung gak ngundang Grup, cuma Mbak sendirian."
"Wah, iya. Padahal acaranya siang. Tapi saya udah biasa kok ngadepin yang kayak gini. Waktu masih merintis jadi penyanyi dulu."
Sang biduan tampaknya tak begitu syok. Aku ingat betul apa kata Iqbal waktu itu, "Aku takut rusuh, Mbak."
Kuatir Iqbal dalam opening tokonya terjadi. Benar-benar rusuh. Para penonton menggila.
Aku telah membayar beberapa puluh juta pada Eny Sagita. Saat sedang istirahat di kamar hotel, Iqbal dan Rahmat datang.
"Bagaimana keadannya, Bal?" tanyaku.
"Parah, Mbak. Sudah diamankan polisi. Ini aku dan Rahmat dipanggil pihak kepolisian untuk jadi saksi."
"O-oh." Aku mengangguk.
"Mbak Chandra juga."
***
Iqbal gagal membuka toko akibat kerusuhan. Sedangkan pihak kepolisian menangkap beberapa penonton yang dianggap provokator.
"Maafkan aku, Bal. Ini semua salahku. Harusnya aku dengerin kata-katamu."
"Sudahlah, Mbak. Semua sudah terjadi," jawab Iqbal pasrah.
"Bagaimana kalau kita mulai lagi dari awal?" ajakku antusias.
"Nggak akan mudah. Para suplier juga sudah terlanjur kecewa dan aku di-blacklist Mbak. Kamu tahu kan? Uang tabunganku, habis."
Ada luka menganga yang tersirat saat Iqbal mengucapkan kata 'habis'. Aku hanya bisa diam, melempar pandangan ke luar jendela. Berpura-pura tak tahu sudut matanya basah.
***
Telah kuatur pertemuan dengan Rahmat di sebuah kafe. Kujalankan mobil menuju kawasan sejuk Grand Wisata.
Datang lebih awal membuatku bisa memilih tempat yang nyaman. Tak lama yang ditunggu pun datang.
"Hey! Maaf membuatmu menunggu," sapa Rahmat dengan senyum manisnya.
"Oh, belum lama. Duduk."
Kami berhadapan saat tiba-tiba ada kebekuan yang membatasi. Saling diam. Entah mau dimulai dari mana.
Kuaduk-aduk kata dalam otak, mengambilnya satu lalu keluar dari rongga mulut dengan ragu.
"Kemarin ...."
Rahmat menunjukkan sikap bertanya dengan mata membulat dan alis sedikit terangkat. Aku segera menguasai diri.
"Maksudku, terima kasih atas bantuanmu."
Kusodorkan sebuah amplop coklat tebal yang dibiarkan tergeletak di atas meja.
Rahmat berpindah duduk ke sebelahku. Mengambil amplop itu, memasukkannya ke dalam tas tanganku.
"Aku tidak butuh ini." Tangan Rahmat melingkar di tubuhku.
"All I want is you." Dia berbisik.
Aku tersenyum sejenak melirik ke arahnya. Tidak buruk.
"I love you, Chandra." Dia mengecup tangan kiriku.
Aku tak perlu tahu bagaimana ia membagikan miras pada penonton sehingga mereka mabuk dan keranjingan. Aku juga tak perlu tahu bagaimana kerusuhan itu bisa terjadi begitu cepat.
Yang harus aku tahu hanyalah, Rahmat akan melakukan segala cara agar aku senang. Dan aku senang mengetahui ACT Clotching Factory akan tetap berjaya tanpa harus bersaing dengan Iqbal.
"I love you more." Aku merapatkan diri pada dekapan Rahmat.
#ODOP 8 Maret 2016

Komentar

  1. Ehmmm..jadi pengen dipeluk juga ini..hehe

    BalasHapus
  2. Salam Super...

    ****
    Abdur-rahiem.blogspot.com

    BalasHapus
  3. I love u too *eh salah fokus. Hehe kereen

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Can, aku tadi komen di post-mu yang DIY malag gagal. Hehehe.

      Hapus
  4. aku agak gagal paham bacanya..hehehe

    BalasHapus
  5. aku agak gagal paham bacanya..hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini jenis cerita yang twist-ending Can, kata temen wkwkwk.

      Hapus
  6. Ehmmm... bingung aku mbk. Wkwkwk

    BalasHapus
  7. Ehmmm... bingung aku mbk. Wkwkwk

    BalasHapus
  8. Wahh wah wahhh, si tokoh Aku ternyata musuh dalam selimut ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Twist kan? Tadinya gak niat begini pas ditulis malah ini yang keluar, Can.

      Hapus
  9. Ini si aku sama si rahmad sama..ya walaupun mungkin si rahmad melakukannya untuk si aku..atau gimana ya? Aku pun bertanya-tanya 😂😂😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rahmat cuma alat untuk menuhi tujuan si aku. Hehehehe. Makasih dah mau baca, Can.

      Hapus
  10. Menunggu penjelasan si rahmat..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer