Cerli: Miss Dahlia





Dahlia
Dahlia sedang sarapan bubur ayam yang dibelinya pagi ini dari penjual yang telah bertaruh nyawa kebut-kebutan di jalanan agar sampai waktu pagi. Kebanyakan mereka berasal dari luar Jakarta. 
Pernah suatu kali, Dahlia mendengar cerita bahwa ada dari para penjual itu yang mengalami kecelakaan dan tewas. Maka jangan heran bila mendapatkan bubur ayam tanpa kerupuk, sudah terbang entah kemana. Beruntung bila penjual masih manusia, biasa. 

Bubur ayam yang disantap Dahlia pagi ini lengkap dengan semua campuran dan topping-nya. Hanya satu saja kurangnya, yaitu kurang kasih sayang. Wajar bila begitu, nyatanya Afandi sudah menghilang sejak Rabu kemarin.
Artinya, Dahlia sudah menghabiskan waktu selama tiga hari tanpa pemuda itu. 
Tapi Nona Dahlia, anggap saja begitu, belum merasa perlu untuk merayakan kehilangan. Dia yakin kekasihnya akan kembali, lalu mereka akan saling mengasihi sebelum akhirnya bertengkar lagi dan lagi. Itu adalah hal wajar. 
Miss Dahlia sudah hapal akan tabiat dan watak kekasihnya yang manja, kekanakan, naif, dan tidak mau dipersalahkan itu. Ya, mungkin itu juga sebab mereka bisa bersatu dalam hubungan asmara. Perpaduan antara keduanya memang berkata begitu. 

Satu pihak, wanita dewasa, bijak, penyayang, pengertian, mandiri. Di pihak lain ada pemuda emosional, labil, manja, childish, ceroboh dan butuh sandaran. Kalau ada yang berkata atau berpikir bahwa Dahlia salah pilih, kalian berkacalah! Jawab pertanyaan saya, apakah kalian dan pasangan sama sempurnanya? 
Huh! Makanya jangan suka menghakimi dulu, dong. Bikin penulis kesel saja. Oiya, kembali ke dapurnya Miss Dahlia, yuk. 
Nah, ketika telah menghabiskan separuh dari bubur ayam itu, tanpa diduga seseorang berdiri di hadapannya. Memang orang ini kebiasaan tidak punya sopan santun, paling tidak mengetuk pintu dulu kan bisa, atau bilang permisi. Tapi bukan Afandi namanya kalau melakukan kebiasaan normal yang dianggapnya hanya 'basa-basi'. Dasar orang tidak makan genteng sekolah! 
Tentu saja Nona eh Miss Dahlia tidak terkejut. Sudah kujelaskan tadi bahwa dia itu dewasa. Pembawaannya tenang dan mantap. Gadis 34 tahun itu hanya tersenyum sedikit kepada kekasihnya. 
Coba bayangkan kalau ini terjadi pada wanita lajang lain. Bisa-bisa sudah terjadi pembantingan HP, umpat-mengumpat, sumpah serapah, keluarnya kata putus diikuti gejala galau-galau merana dan lain sebagainya. Tapi Miss Dahlia, ini bukan penyanyi dangdut tapi ya, lain, tidak seperti itu. 
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa hatinya merana, sedih, bahkan mungkin membiru ketika Afandi semena-mena menghilang begitu saja selama tiga hari. Kira-kira apa sih yang dilakukan cowok itu selama menghilang? Apakah dia juga menyanyi dan menari? Jadi ingat lagu 'Pejantan Tangguh'. 
"Makan?" Dahlia menawarkan. 
Afandi menggeleng pelan dan masih terus dalam posisi berdiri bahkan ketika mulutnya berkata, "Aku perlu bicara."
Ya ampun! Bisakah duduk dulu atau apalah. Itu kan kekanakan sekali. Seperti anak kecil yang memprotes orang tuanya dengan ngambek ketika ditinggal honeymoon. Jangan ingatkan! 
"Okey. Aku akan mendengarkan, ayo duduk."

Benar-benar seperti anak kecil cowok setinggi 1,8 meter itu pun mendekati kursi yang masih rapi di bawah meja bundar di mana kekasihnya sedang sarapan dan duduk di salah satunya. 
"Aku mau ngomong sesuatu."
"Nanti ya, biar aku selesai sarapan dulu," pinta Dahlia. 
"Oke."
Seolah tidak penasaran akan apa yang ingin dibicarakan Afandi, Miss Dahlia melambat-lambatkan sarapannya. Menyendok sedikit-sedikit buburnya, mengambil kacang goreng sebutir-sebutir, hanya mengisi ujung sendok setiap suap sehingga sarapannya benar-benar terasa bertahun-tahun bagi Afandi. 
Tapi si cowok tidak berani mengatakan untuk makan lebih laju lagi. Itu akan sangat menyinggung kekasihnya yang pagi ini terlihat sporty dengan pakaian olah raga dan rambut terikat rapi. 
Sebenarnya dalam hati Afandi memuji kecantikan Dahlia, yang sangat beda dari biasanya ketika berpakaian formal di tempat kerja. Saat lebih santai seperti sekarang kadar kecantikan Dahlia di mata Afandi menjadi level amat sangat berbahaya. Tapi pemuda itu harus ingat dan tetap berpegang pada tujuannya datang. 
Afandi masih memupuk kesabaran bahkan ketika si cantik Nona Dahlia melangkah ke bak cuci, mencuci alat makan di sana yang sengaja dilama-lamakan, kemudian menyeduh teh untuk mereka berdua. 
"Baik, sekarang aku mendengarkan," katanya membuka percakapan. Dalam hal ini sebenernya Afandi sangat jarang, dan hampir tidak pernah mendominasi kecuali di beberapa momen penting dalam hubungan mereka. Pun saat ini, sulit sekali baginya untuk mengambil alih kendali karena dari nada bicaranya saja, Dahlia begitu tenang, berwibawa, mendominasi dan juga sedikit mengintimidasi. 
Itu adalah rangkaian hal yang membuat Afandi yakin akan keputusan yang diambilnya. Memang siapa yang tahan bila terus merasa terintimidasi oleh kecerdasan dan ketenangan pasangan, terlebih dia seorang wanita. Mau jadi apa dia kelak? Apa penilaian lingkungan terhadap dirinya yang membiarkan wanita mengintervensi hampir semua aspek kehidupannya? 
Hih, lebih baik hidup membujang saja kalau begitu. Setidaknya itulah gagasan Afandi saat ini. 
"Aku ingin kita akhiri hubungan ini."
"Uhh?" 
Dahlia tampak tidak terlalu terkejut meskipun berusaha terlihat demikian. 
"Ya."
"Jadi inilah alasan kenapa kamu menghindar selama tiga hari?"
"Benar, anggap saja begitu."
"Kamu mengumpulkan keberanian selama itu untuk bicara ini atau apa?"
"Apa maksudmu?"

"Maksudku adalah, apakah kamu benar-benar telah memikirkan ini dengan baik atau ada hal lain? Ya bisa saja selama tiga hari kemarin kamu mengencani gadis lain, siapa tahu, mungkin yang lebih muda dariku."
"Bukan, bukan begitu, Sayang."
"Lalu?"
"Aku hanya---"
Sialnya kosakata dalam otak Afandi tiba-tiba terkuras habis tak bersisa. Butuh lebih setengah menit untuknya kembali mengisi kepala dengan kata-kata, yang sayangnya tidak begitu berguna. 
"Aku hanya lelah."
"Nah, kalau begitu pulanglah. Istirahat."
"Sebenarnya aku, aku benar-benar ingin ini berakhir, Sayang. Tidakkah kamu mengerti aku?"
"Ya, baiklah. Tampaknya ini lebih serius dari dugaanku."
"Ya, ini memang serius. Sejujurnya, aku butuh seseorang yang akan melakukan kesalahan. Yang akan kusalahkan dan kucoba perbaiki. Tapi, Sayang, lihatlah dirimu. Kamu terlalu sempurna!"
"Hahaha. Ya Tuhan. Jadi ini, jadi ini masalahnya? Lalu apakah sekarang kamu menemukan orang yang siap kamu persalahkan?"
Afandi menggeleng lesu. Dia tidak sempat menarik perhatian lawan jenis karena perhatiannya terlalu penuh dengan Miss Dahlia. 
"Kemarilah."
Nona Dahlia melingkarkan kedua tangan di pundak kekasihnya lalu menempelkan pipinya di ujung kepala Afandi. 
"Jangan bicara seperti tadi lagi. Itu menyakitkanku."
"Hmm."
"Aku bersungguh-sungguh! Kamu adalah orang yang kukira membawa berton-ton kebahagiaan untukku ketika pertama datang dan itu tidak akan habis saat kamu bersamaku."
"Hmm."
"Mulai sekarang aku akan sedikit longgar dalam bersikap, aku tidak akan setegas biasanya, kecuali di tempat kerja."
"Hmm."
"Aku janji. Aku janji akan membuatmu merasa berarti, lebih dari sebelumnya."
"Benarkah?"
"Tentu."
"Okey."
"Nah, sekarang pulanglah. Kita bertemu nanti sore, lupakan dulu masalah pekerjaan. Apa kamu mengemudi?"
"Tidak, aku ke sini dengan Grab. Aku sedang malas mengemudi."
"Oiya, semalam aku baca novel tentang hubungan yang rusak, sangat rusak. Namun bukan berarti tidak bisa diperbaiki. Aku harap hubungan kita juga akan membaik sebelum rusak terlalu parah."
"Sejak kapan kamu suka baca novel?"
"Hanya pengecualian. Itu temanku yang menulisnya. Judulnya Drama Kotor ditulis oleh Arwen Chandra Tatiano. Kamu harus baca juga, aku akan meminjamimu."
"Tidak perlu."
"Dalam hal ini aku memaksa."
"Dalam hal ini aku memaksa menolaknya."
"Kenapa?"
"Karena aku sudah punya novel itu hanya saja belum kubaca."
"Hahaha. Baiklah kalau begitu, sampai jumpa nanti sore."
"Daaaah, aku pulang ya."
"Hati-hati."

Bekasi,  271018

Komentar

  1. 🤣🤣🤣kayaknya harus ada yg jualan kasih sayang. Biar wanita2 yg kekurangan kasih sayang,tinggal beli.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer