Cerita Pendek Sekali




Bencana

Bangsa Garia sudah terkenal sebagai bangsa yang gigih dan pekerja keras. Mereka juga kreatif dan inovatif. Bangsa yang mendiami daratan Afrika ini dipimpin oleh Raja Sheama yang merupakan raja ke 12 dari dinasti Kabascha.

Sheama adalah seorang pemimpin yang adil dan bijaksana. Di bawah kepemimpinannya, bangsa Garia hidup tenteram dan sejahtera. Dalam menjalankan roda kepemerintahan ia dibantu perdana menteri Uschbuk.

"Kita harus mencari jalan keluar untuk masalah ini."

"Tidak ada pilihan lain selain berperang, Yang Mulia," Uschbuk menyarankan.

Raja menutup mata, menggeleng pelan. Membayangkan kepahitan dan penderitaan akibat perang. Ia ingat betul pesan ayahnya sebelum wafat. Bahwa apa pun yang terjadi, jangan lagi ada perang.

Sejak masa kepemerintahan raja ke delapan, perang memang dihindari. Bagi mereka, menyejahterakan rakyat jauh lebih penting ketimbang melakukan ekspansi wilayah.

Namun akibat kekeringan yang melanda, bahan makanan kian langka dan mahal. Raja berulang kali membeli bahan makanan dari luar, dan hal itu mengancam kesehatan keuangan negara. Untuk itulah Uschbuk menyarankan agar bangsa Garia berperang, merebut daerah dengan sumber bahan makanan yang melimpah. Sebuah bangsa petani.

Raja Shaema mengumpulkan dewan kerjaan untuk mengadakan rapat. Sebagian besar menyetujui usulan Uschbuk, namun masih ada yang menentang dengan alasan memegang prinsip.

Akhirnya raja memutuskan, akan berperang jika dalam satu tahun keadaan Garia tidak juga membaik. Dalam masa penantian perang, prajurit bersiap. Para anak pedagang pun direkrut menjadi prajurit.

Sementara raja memikirkan apa yang bisa mencegah perang. Dalam hatinya yang terdalam sebagai manusia biasa, dia ingin menghindari itu. Namun sebagai pemimpin dia juga harus memutuskan apa yang sekiranya baik untuk rakyatnya.

Siang dan malam raja selalu berdoa kepada Tuhan. Memohon turunnya hujan. Namun langit enggan menumpahkan air pada bangsa Garia.

Pengumuman dikumandangkan di setiap penjuru. Raja mencari siapa saja yang mampu mengundang hujan, akan mendapat hadiah yang amat besar dan dijadikan orang terhormat. Seluruh penyihir berkumpul di balai kota, mengucap mantra berharap hujan. Namun nihil.

Berhari-hari balai kota disesaki orang. Selama itu pula raja menunggu tanpa hasil. Satu per satu orang datang, namun mengecewakan. Hingga sepertiga tahun terlewati.

Seperti biasa, orang-orang berkumpul di balai kota. Kali ini bukan saja para penyihir dan peramal yang datang. Namun segenap rakyar dari berbagai kalangan.

"Yang Mulia, saya tidak bisa mengundang hujan," ucap seorang bocah lelaki.

"Tapi, saya yakin bisa mengeluarkan air dari dalam bumi," lanjutnya.

Orang-orang tertawa. Bahkan sumur mereka telah kering. Namun sebagai orang yang berpikiran cerdas, raja tampak antusias.

"Siapa namamu?" Raja bertanya.

"Nebuska putra Gerin pedagang perabot perak, Yang Mulia."

Raja tidak langsung menjawab usulan Nebuska. Namun anak itu dipanggil untuk menghadap raja di istana.

"Duduklah."

"Terima kasih, Yang Mulia. Saya merasa terhormat."

"Berapa usiamu?"

"Tiga-belas."

Nebuska menunjukkan sebuah gambar penampang tanah di kertas lebar. Tangannya dengan cekatan menunjukkan nama-nama bagian gambar itu.

"Ini. Di sinilah air berada, Yang Mulia." Tangannya berhenti pada satu titik.

"Bagaimana cara mengeluarkannya?"

"Ijinkan saya membangun ini." Dia mengambil kertas lain dan membukanya. Sebuah rancangan. Sebuah mesin mekanis dengan prinsip gerakan sentrifugal.

Nebuska menjelaskan mekanisme kerja mesib yang akan memompa air dari dalam tanah dan membawanya ke permukaan. Dengan seksama raja menyimak. Jika berhasil, maka perang bisa dihindari.

"Bagaimana jika ini gagal?" Raja bersiap untuk kemungkinan terburuk.

"Nyawa saya taruhannya."

Raja sepakat untuk membiayai pembuatan replika mesin air tersebut. Nebuska menyambut gembira dan berjanji akan bekerja keras. Setiap hari di halaman belakang rumah, ia bekerja keras membangun mesin air. Tak lupa memberikan laporan kemajuan kepada raja setiap beberapa hari.

Butuh waktu enam bulan hingga akhirnya replika itu selesai. Namun perlu pengujian apakah mesin itu berfungsi atau tidak. Raja telah cukup sabar menanti.

Percobaan dilakukan masih dengan tenaga manusia. Raja menyaksikan Nebuska memutar alat serupa kemudi kapal. Ia terus memutar, hingga terlihat kelelahan. Dan nyata, air keluar dari ujung pipa perak walau sedikit sebagai bukti keberhasilan.

Raja bersuka cita dan segera memerintahkan untuk membuat mesin air secara besar-besaran. Semua itu dipercayakan langsung kepada Nebuska. Sebuah senyuman tertuju pada Nebuska, dari seorang wanita yang sangat cantik, Zalzeki. Putri kerajaan Garia.

Telah lama gadis itu memerhatikan Nebuska bahkan sejak pertama kali ia datang ke istana. Senyuman itu, bagi Nebuska, jauh lebih menyejukkan dari air mana pun. Tubuhnya mematung, seolah waktu terhenti dan hanya  ada dia bersama gadis jelita. Berlari dan berenang bersama-sama di sungai cinta yang berkilau layaknya emas diterpa sinar senja.

Tiga tahun lamanya, untuk membuat daratan tandus dan kering menjadi hijau subur. Rakyat berbondong-bondong menjadi petani. Mesin air ada dimana-mana. Dengan perkasa memuaskan dahaga bangsa Garia beserta ladang-ladang mereka.

Berkat jasa Nebuska, bangsa Garia hidup makmur dari hasil bertani. Hingga kerajaan Etyisat yang merupakan kerajaan besar berniat melakukan perjodohan untuk menyatukan kedua bangsa, sekaligus mendapatkan manfaat dari melimpahnya air di Garia.

"Tidak, Ayah. Aku tidak akan bisa," bantah Zalzeki ketika mendengar kabar perjodohan dari ayahnya.

"Bantulah ayah. Kita tidak mungkin menolak perjodohan ini."

"Tidak. Tidak ayah. Karena ada seseorang yang sangat kucintai. Seseorang yang sangat berjasa untuk kita semua."

Plak!

"Beraninya kau!" Sebuah tamparan keras mendarat menyayat hati lembut sang putri.

Raja keluar dari kamar Zalzeki seraya mengunci pintunya dari luar.
"Jangan biarkan dia keluar!" perintahnya pada penjaga. Sementara Zalzeki berada dibalik pintu, menggedor, berteriak dan memohon untuk dibebaskan dari perjodohan.

"Kau terima perjodohan ini atau mati bersama Nebuska!" Raja berteriak.

Hati telah tertambat, cinta sudah terlanjur berlabuh pada pemuda biasa yang cerdas. Baginya ia bukan sekadar anak pedagang biasa melainkan pahlawan bagi bangsanya. Bangsa Garia. Tak ada celah sedikit pun untuk memisahkan mereka, bahkan maut sekali pun.

"Putri, kau masih punya kesempatan hidup." Nebuska berbisik.

"Apalah artinya bila tanpamu."

Hari eksekusi tiba. Tangan dan kaki kedua anak manusia yang saling cinta diikat, memastikan agar mereka tak selamat. Tepat sebelum diceburkan ke sungai, Nebuska berpesan, "Air adalah kehidupan jika kita bijak. Namun dia juga bencana bagi yang berhati serakah. Kamilah air, dan air akan pergi bersamaan dengan kepergian kami. Aku mengutuk bangsa ini!"

Tempat berpijak bergerak, Nebuska dan Zalzeki kehilangan keseimbangan dan akhirnya tercebur ke sungai tanpa bisa berenang. Seluruh Garia berduka, tak terkecuali Raja Shaema yang terpaksa menghukum putrinya sendiri. Tak disangka dalam keadaan berkabung, Etyisat menyerang.

Tanpa persiapan prajurit Garia tak mampu melawan pendudukan Garia. Raja dibunuh, dan Garia jatuh ke tangan Etyisat. Mereka mengincar sumber-sumber air di Garia. Seluruh rakyat, harus taat dan patuh kepada pimpinan baru mereka. Dalam ketakutan, rakyat mulai percaya pada kata-kata terakhir Nebuska, Si Pahlawan Air.

Etyisat terus menguasai Garia dan memanfaatkan air sebanyak-banyaknya. Mereka menyebut Garia sebagai 'Ladang Air'.

120 tahun kemudian....

Akibat eksploitasi air selama lebih dari satu abad, bangsa Garia kembali mengalami kekeringan. Tanah menguning tandus, pecah-pecah oleh terik matahari. Sedangkan langit enggan berbagi penyejuk untuk sekadar melepas dahaga.

Mesin-mesin air peninggalan bangsa Garia teronggok tak berdaya. Serupa sampah dengan ukuran raksasa. Sementara satu per satu manusia meregang nyawa akibat kekurangan air. Sebagian besar rakyat telah meninggalkan Garia. Menuju tempat lain, namun percuma. Mereka mati dalam perjalanan.

Manusia sirna. Tak ada satu pun yang selamat dari bencana kekeringan. Pengetahuan telah merenggut masa depan mereka.

#Done

Hai Teman2. Jangan lupa vote, komennya ya. Masya Allah Tabarakallah

Betapa mulianya hatimu ijin share qaqaaawwwh

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer