Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela




Menemukan buku ini serasa menemukan harta karun di tengah kandang yang usang. Memang sebagai orang yang mengaku suka menulis, aku sangat jarang membaca buku sejak kecil. Tak banyak buku yang kubaca, makanya aku selalu minder dengan teman lain yang sudah wara-wiri ke toko buku, belanja buku, berlangganan buku, dll, dsb, dst, dkk. 

Tapi bukan berarti aku tak membaca sama sekali. Buktinya aku menemukan buku ini ketika hendak membeli majalah. namun aku merasa sangat tertipu, karena cerita dalam buku ini jauh dari dugaanku.

Tertipu oleh wajah manis dan lugu gadis di cover-nya, buku ini sukses menguras air mataku. Mulai dari rasa kasihan saat Totto-Chan dikeluarkan dari sekolah, rasa haru ketika masuk ke sekolah baru-Tomoe- dan segudang pengalaman serta petualangan Totto-Chan selama menempuh pendidikan di Tomoe dengan kelasnya yang unik yaitu gerbong kereta.

Bagaimana Mr. Kobayashi mendidiknya, yang mampu menghargai dan mengembangkan potensi Totto-Chan. Bahkan aku sempat merasa bahwa Mr. Kobayashi sedang bicara padaku ketika mengatakan pada Totto-Chan, "Kau anak yang benar-benar baik, kau tahu itu, kan?"

Belum lagi segala aturan unik yang ada di sekolah Tomoe, membuat pembaca paham bahwa Mr. Kobayahi begitu mencintai anak-anak dan mengerti bagaimana mendidik mereka untuk menjadi orang yang cerdas sekaligus peka terhadap keadaan sesama. Begitu juga dengan aturan makan siang yang harus memenuhi syarat, 'sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan.'

Namun sayang tak begitu banyak anak yang beruntung bisa menjadi murid di Tomoe. Hal itu dijelaskan oleh penulis, dikarenakan Mr. Kobayashi, sang kepala sekolah sekaligus pendiri, tidak menyukai publikasi. Walau begitu, Totto-Chan kecil jatuh ke tangan yang tepat sesaat setelah dikeluarkan dari sekolah karena ulahnya yang membuat para guru kewalahan, seperti berdiri di dekat jendela selama pelajaran berlangsung.

Terbukti setelah bersekolah di Tomoe, Totto-Chan begitu peduli pada teman-temannya, termasuk mereka yang berbeda, juga bagaimana gadis kecil itu mampu menanggalkan pita suteranya di rumah karena permohonan Kepala Sekolah yang sangat disayanginya. 

Beruntung, ibu si gadis cilik tidak pernah memberitahukan pada anaknya bahwa ia dikeluarkan dari sekolah. Sehingga di bawah bimbingan kepala sekolah yang sudah berkawan dengan para murid itu pun, ia tumbuh menjadi percaya diri. 


Buku ini juga mengisahkan bagaimana sulitnya para murid, orangtua serta para guru karena mereka hidup di masa perang. Sehingga mereka harus berjuang bahkan dalam hal  menyediakan makan siang yang memenuhi syarat 'sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan'.

Banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari kisah gadis cilik ini termasuk bagaimana ia begitu menghargai orang lain dan tidak mementingkan ego. Dengan bahasa yang lugas, bisa membuatku begitu terharu dan menangis berkali-kali. 

Buku yang ditulis oleh Tetsuko Kuroyanagi yang merupakan kisah masa kecilnya ini pantas jika di simpan dalam rak kita untuk kemudia dibaca anak serta cucu dari generasi ke generasi. 

Begitulah kita seharusnya menghadapi anak-anak. Bukan memaksa mereka tumbuh sesuai apa yang kita ingin, melainkan mengenali kebaikan dalam dirinya serta mengembangkan potensinya. Semoga kita bisa menjadi orang tua pendidik setidaknya seperti Mr. Kobayashi. 







Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer